Rabu, 08 Desember 2010

Hidup Itu....

 Hidup itu dimulai dari kita kecil

Banyak orang yang memaknai kehidupan ini, namun banyak juga yang menjalankan kehidupan ini tidak sesuai dengan makna yang telah diartikan sebelumnya. Apa sih hidup itu? kenapa kita harus hidup jika pada akhirnya kita mati? apa sih kematian itu? kenapa kita harus mati kalo kita bisa hidup?

Sama seperti halnya pernyataan usil di atas, bahwa hidup itu kompleks, adalah sebuah kompleksitas yang memang harus kita lalui. Mengapa kita harus melalui segala kompleksitas itu jika pada akhirnya kita mati? Sia-sia donk proses yang kita lalui selama ini. Ada yang memaknai Hidup ini apa adanya, jadi ya hidup dia juga apa adanya alias nothing special in their life. Ada juga yang memaknai bahwa Hidup ini penuh warna, jadi kehidupannya mereka memang penuh warna dan banyak hal baru yang mereka dapatkan dalam kehidupan ini. Bahkan ada juga yang memaknai Hidup adalah proses menuju kematian, lah kalo yang ini uda mulai memasuki ranah religius kayaknya. Kalo uda tau proses menuju kematian, so pastinya mereka bakal melakukan banyak hal positif yang katanya bisa ngebawa mereka ke surga. Amin. Hehehe

Jadi apa sih sebenarnya arti Hidup menurut kamu?

Kalo penulis mah simple aja, Hidup itu yang jelas bikin semua berasa lebih hidup dan jauh lebih baik. Hehehe

Jumat, 03 Desember 2010

Akhirnya Nonton Persebaya

Bonek Kecil Nggandol

Setelah sekian lama nggak pernah nonton Persebaya secara langsung, akhirnya Penulis berkesampatan nonton Persebaya meski hanya dalam laga persahabatan dengan tim Indo-Holland yakni tim yang dihuni warga keturunan Indonesia yang ada di Belanda. Laga tersebut berlangsung pada hari Pahlawan yakni 10 November 2010 namun sayang dalam laga tersebut Persebaya harus mengakui keunggulan tim lawan dengan skor 2-1. Laga tersebut sejatinya tidak hanya untuk menyambut hari pahlawan, namun lebih tepatnya untuk laga amal. Sebelumnya terjadi banyak bencana alam di Indonesia dalam waktu yang cukup dekat dan bersamaaan. Saudara kita di Wasior Papua harus menerima rumahnya hancur diterjang banjir, di Jogjakarta, Magelang, Solo, dan Boyolali juga terjadi bencana Merapi yang sempat meletus dan mengeluarkan awan panas dan hujan abu vulkanilk serta kerikil, bertepatan dengan bencana Merapi, saudara kita di Mentawai juga terkena bencana Tsunami. Dari beberapa bencana tersebut banyak merenggut korban jiwa dan harta benda. Oleh karena itu sebagai bentuk kepedulian Klub Persebaya dan Bonek, mereka mengadakan laga amal yang hasil penjualan tiketnya diserahkan sepenuhnya untuk korban bencana di tiga wilayah tersebut.

Kembali laga ke laga amal Persebaya, sebelumnya penulis masih ingat terakhir menonton Persebaya ketika kelas 5 SD dan itu sekitar 12 tahun yang lalu!!! Sejak kecil penulis memang suka menonton Persebaya bersama Ayah penulis, dan itupun selalu duduk di tribun utama. Yang selalu teringat dalam benak penulis, dulu ketika menonton Persebaya baik bersama Ayah maupun teman-teman, selalu tidak pernah bisa meninggalkan stadion dalam keadaan normal yakni keluar disaaat pertandingan usai dan melalui pintu keluar yang ada. Penulis selalu memanjat pagar tribun terlebih dahulu setelah itu keluar, yah ini dilakukan karena lebih baik manjat daripada melewati pintu keluar yang selalu sesak dan rami suporter.
Bonek di Tribun Papan Skor

Tak terasa 12 tahun kemudian Penulis kembali datang ke Stadion Tambaksari atau dikenal juga Gelora 10 November. Kedatangan Penulis kali ini tidak hanya untuk menikmati laga Persebaya, melainkan dalam rangka penelitian Penulis tentang Bonek Wanita atau Bonita. Sekarang keadaan di Tambaksari, jauh berbeda dengan dulu. Kalo dulu masih sedikit suporter yang memakai atribut suporter dan masih sedikit nyanyian suporter, serta masih sedikit bahkan tidak ada perempuan yang berani masuk stadion. Tapi sekarang semua sudah berubah, Bonekmania menghijaukan Tambaksari dan menunjukkan totalitasnya mendukung Persebaya dengan nyanyian-nyanyian yang membuat semangat pemain di lapangan serta membuat panas telinga musuh-musuh Bonek seperti Arem*nia, The J#k, dan lainnya. 

Meski banyak perubahan, tapi militansi dan semangat serta fanatisme Bonek tetap saja seperti dulu. Kelakuan nggandol, nyeker, misuh, nggolek gratisan, nekad, dan lainnya masih ada saja hingga saat ini. Hal ini tak jauh berbeda dengan ketika Penulis masih kecil. Dulu dalam benak Penulis, memang tidak ada suporter yang se-Nekad dan se-Militan Bonek. Bonek memang patut diacungi jempol dalam loyalitasnya terhadap Persebaya meski dalam menunjukkan loyalitasnya itu mereka menghalalkan segala cara seperti ngamen, malak, tidak membayar tiket kereta ketika ke luar kota, dan lainnya. Tidak bisa dipungkiri juga, Bonek merupakan suporter yang paling berani kemana saja, meski banyak musuh mereka menanti. Semua itu mereka lakukan hanya untuk menunjukkan fanatismenya terhadap Persebaya. Kecintaan mereka terhadap Persebaya dan kebanggan mereka menjadi Bonek membuat mereka tidak peduli dengan segala halangan dan rintangan yang menghalangi mereka. Ini yang membuat Penulis salut dengan Bonek, yakni semangat mereka. 

Ketika berada di dalam stadion, Penulis juga sempat dipisuhin oleh Bonek yang berada di dalam stadion karena Penulis dianggap mengganggu pandangan mereka. "Hoy jancok, longgo cok. Podo mbayare iki!!!" (Hey jancok, duduk cok. Sama-sama bayar!!!). Itulah yang Penulis dapat ketika baru memasuki tribun, saat itu penulis masih ingin mencari Bonita dan tempat yang nyaman untuk menonton, eh malah uda disambut dengan Jancok atau kata-kata kotor yang menjadi ciri khas Arek Suroboyo. Mengingat lokasi awal Penulis masih jauh dari tribun papan skor yang menjadi tribun utama Bonekmania dalam memberikan dukungan untuk Persebaya, menjadi tribun utama karena di sanalah aktivitas suporter seperti bernyanyi, bersorak, dan gerakan-gerakan kompak suporter dillakukan. Setelah mendapat banyak pisuhan karena Penulis berjalan cukup jauh mengitari stadion, akhirnya Penulis tiba juga di tribun papan skor. Setibanya di papan skor, eh penulis kena pisuhan lagi. Hehehe. Ini juga salah Penulis, awalnya penulis mengamati aktivitas mereka ketika mendukung Persebaya seperti bernyanyi dan lainnya. Ketika Penulis hendak mengambil gambar eh mereka malah duduk dan berhenti sejenak, karena sudah terlanjur memegang kamera dan mengambil gambar, penulis cuek aja dan tetap memotret mereka. Akhirnya kata-kata sakti dari mereka pun keluar seperti Jancok, Jembut, Bangsat, Matamu, Asu, dan lainnya ditujukan ke Penulis. Untung Penulis tidak dimassa mereka. Hehehe. Dalam aktivitasnya mendukung Persebaya, Bonek di tribun papan skor dipimpin oleh dirigen suporter yang mengomandoi gerakan-gerakan dan nyanyian-nyanyian yang akan dilakukan. Tidak lupa juga dalam bernyanyi, mereka juga ditabuhi drum yang juga meramaikan suasana.

Setelah mengamati Bonek yang ada di tribun papan skor, penulis berpindah ke tribun BB karena Penulis sudah mengadakan janji dengan teman Penulis yang juga menjadi Bonek. Meski keadaan di sana tidak seramai papan skor, namun mereka juga bernyanyi dan memberikan semangat untuk pemain di lapangan. Bedanya di tribun BB adalah masalah kordinasi. Meski ada dirigen suporter, namun bukannya mengikuti komando dari dirigen tapi Bonek di sini tak segan untuk misuhin dirigen yang mereka anggap tidak kreatif dan tidak layak. Ternyata berat juga menjadi dirigen suporter. Di tribun ini, Penulis menemukan banyak Bonita. Ternyata Bonita tidak hanya digeluti oleh remaja, Ibu-ibupun juga menjadi Bonek. Namun sayang Penulis tidak bisa mengambil gambar, karena tidak memperoleh izin dari Ibu-ibu tersebut dan suaminya. Hhihi

Bonek dan Bonita


Uda dulu ah.. daaaa... hhahaha
SALAM SATU NYALI!!! WANI!!! (salamnya BONEK)