Minggu, 20 Juni 2010

Jogjakarta, 18 Juni 2010 - Bias Gender dalam Sepeda Motor


Bias gender ternyata tidak hanya berada pada lingkungan kerja dan iklan televisi, dalam kendaraan bermotor pun sudah dapat kita lihat sebuah bias gender. Bias gender disini adalah adanya pembedaan antara perempuan dan lelaki, dimana perbedaan itu kurang menguntungkan kaum perempuan. Bagaimana mungkin pada sepeda motor ada bias gender? Sebelumnya akan dijelaskan mengenai beberapa jenis sepeda motor.
Sepeda motor seperti yang kita ketahui bersama, bahwa ada bebereapa jenisnya yakni vespa, motor matic, motor bebek dan motor kopling. Namun yang paling mudah kita lihat dan temui serta banyak jumlahnya hanya 3 jenis motor, yakni motor bebek, motor matic dan motor kopling.
Sepintas tidak ada yang aneh pada 3 jenis kendaraan ini, namun seiring dengan kemajuan teknologi dan perkembangan zaman. Sepeda motor mulai memilki segmen, yakni segmen untuk lelaki dan perempuan. Seperti yang dapat kita lihat dari beberapa iklan komersial dari produsen sepeda motor. Motor matic cenderung diperuntukkan perempuan karene kemudahannya dan tidak repot, mungkin kita bisa melihat dari beberapa iklan motor matic yang menggunakan perempuan sebagai bintangnya. Sedangkan motor kopling lebih diperuntukkan lelaki, kita bisa melihat dari beberapa iklan motor kopling yang menggunakan jasa lelaki, belum lagi iklan yang menampilkan suasana penuh ketegangan dan tantangan dalam menggunakan motornya. Meski tidak ada maksud untuk menentukan segmen pasar yang sedemikian rupa alias motor itu bisa dipergunakan oleh siapa saja dan tidak pandang jenis kelamin, namun iklan itu tentunya dapat mempengaruhi pola pikir masyarakat untuk mengiyakan apa yang ditampilkan oleh iklan tersebut. Seperti yang kita ketahui mengenai Iklan Komersial, yaitu iklan yang ditujukan untuk kepentingan komersial dengan harapan, apabila ditayangkan maka produsen akan memperoleh keuntungan komersial. (Rendra Widyatama:2006)
Dari penjelasan tersebut kita bisa mengerti bahwa keuntungan komersial disini adalah masyarakat yang terpengaruh iklan bisa membeli produk yang diiklankan dan produsen akhirnya memperoleh keuntungan dari penjualan motor yang telah mereka iklankan.
Kembali lagi ke pokok permasalahan, ya memang tidak ada yang aneh ketika kita melihat lelaki/perempuan memakai motor bebek. Atau kita mungkin biasa saja ketika melihat lelaki menggunakan motor matic, dan agak geli aja mungkin ketika melihat lelaki berbadan besar atu tinggi menggunakan motor matic yang bodynya kecil. Namun dalam penggunaan sepeda motor akan jadi tidak biasa jikalau motor kopling yang juga biasa disebut oleh orang jawa dengan “motor lanang” dipergunakan oleh sosok perempuan, apalagi sosok perempuan cantik bisa-bisa mengalihkan dunia para lelaki.hhaha
Penulis juga heran mengapa hanya sedikit orang yang biasa saja ketika melihat perempuan mengendarai motor koplingan layaknya mereka melihat lelaki mengendarai motor matic. Disinilah menurut penulis ada sebuah ketimpangan/ketidakadilan atau bias gender dalam penggunaan kendaraan bermotor. Tidak jauh berbeda dalam pekerjaan, mungkin orang akan biasa saja ketika melihat lelaki menjadi desainer, koki, make up artist atau hair stylish namun mereka akan tidak biasa ketika melihat perempuan menjadi montir, mandor, atau sektor pekerjaan yang biasa dipenuhi oleh lelaki.
Dalam konteks penggunaan kendaraan bermotor yang menggunakan kopling, memang tidak ada sebuah masalah atau apapun namun yang ada hanya sebuah kejanggalan dan perbedaan pandangan dari masyarakat. Sebelumnya kiita juga harus mengetahui mengapa sedikit perempuan yang menggunakan motor berkopling? Pertama adalah kendaraan yang lumayan berat untuk perempuan, hingga mereka enggan menggunakan motor jenis ini. Kedua karena sistem pengoperasiannya yang ribet harus menggunakan kopling untuk memindahkan gigi kendaraaan, ini berbeda dengan motor bebek yang lebih mudah atau motor matic yang tinggal gas dan rem saja. Ketiga adalah harganya yang tidak murah dan boros bensin. Mungkin ketiga alasan ini saja sudah cukup kuat untuk menjelaskan mengapa perempuan enggan menggunakan motor berkopling. Hingga motor kopling ini lebih banyak dipakai oleh para lelaki dan tidak heran jikalau orang jawa menyebutnya “motor lanang”. Tapi....
So, what’s the problem?
Yang menjadi masalah disini adalah ketika munculnya stigma atau pandangan yang tidak biasa ketika melihat kaum perempuan mengendarai motor berkopling. Jika mereka bisa biasa saja dan tidak muncul stigma ketika melihat lelaki menggunakan motor matic, namun mengapa pada perempuan yang menggunakan motor kopling tidak bisa demikian? Ada apa gerangan?
Ketika perempuan mengendarai motor berkopling akan muncul banyak penafsiran, mulai dari yang biasa saja hingga yang nggak biasa saja.hhehe. bukan ini maksud penulis, maksud penulis munculnya banyak penafsiran yakni ada yang bilang perempuan itu tomboy, keren, nyeleneh, suka balapan, sangar, dan aneka tafsiran lainnya.  Terus apa yang dipermasalahkan dengan aneka tafsiran itu jikalau sang perempuan aja tidak terlalu memikirkannya? Yang menjadi masalah adalah ketika perempuan lain ingin menggunakan motor berkopling, mereka tidak bisa melakukannya karena ada semacam larangan tak tertulis di masyarakat. Salah satunya adalah orang tua yang tidak mengizinkan sang anak dan menasihati dengan berbagai nasihat kepada sang anak. Seperti menjelaskan itu tidak pantes buat perempuan, perempuan itu ya mbok gini gitu dan bla bla bla.... Opini public dan iklan komersial televisi telah berhasil mempengaruhi pola pikir orang tua untuk sang anak. Perlu kita ketahui juga bahwa harga motor matic juga tidak murah lho bahkan bisa lebih mahal daripada motor bebek.
Meski kecil pengaruhnya, yang perlu diingat adalah corak masyarakat kita yang lebih suka berpikiran tidak baik (bukan negatif thinking aja lho) daripada mengapresiasi atas segala hal yang telah dilakukan oleh orang tentunya hal yang berbeda. Mengapa kita tidak bisa mengapresiasi seseorang yang berani berbeda dan menembus dinding penghalang mereka untuk menumpahkan keinginan mereka dan menunjukkan jati diri mereka atau sekedar membuktikan bahwa aku juga bisa?
Mungkin tulisan ini isi dan maknanya tidak terlalu penting, namun penulis hanya berharap bahwa sekat-sekat atau dinding pembatas yang didominasi oleh kelompok tertentu bisa ditembus oleh kelompok lainnya tentunya tanpa melanggar nilai dan norma yang ada di masayarakat. Tentunya tidak ada kan aturan tertulis bahwa perempuan dilarang naik sepeda motor berkopling? Tidak ada aturan kan jika perempuan bisa menjadi pimpinan sebuah perusahaan? Tidak ada larangan untuk perempuan menjadi motivator layaknya mario teguh? Tidak ada larangan atau nilai yang menghambat perempuan untuk menjadi seorang teknisi entah itu dalam bidang elektronika, mesin maupun bangun-bangunan.
Penulis hanya heran saja dengan ungkapan perempuan itu tidak punya mental baja layaknya lelaki karena mereka menggunakan perasaan dalam segala tindakanya. Jadi kalo misalnya karya seorang perempuan dalam bidang apapun dicaci maki oleh publik atau siapapun, biasanya mereka akan terjatuh dan down serta perasaan mereka akan semrawut. Beda dengan lelaki yang lebih menggunakan nalarnya, ketika dicaci maki maka dia akan lebih termotivasi untuk membuat sesuatu yang lebih baik. INI ADALAH KEKONYOLAN YANG TERAMAT KONYOL!!!!
Baik laki-laki maupun perempuan sama-sama punya otak dan hati, jadi mereka berfikir juga dengan otak dan mereka juga memiliki perasaan. Sekarang sudah bukan jaman ibu kartini atau kemerdekaan yang masih sedikit perempuan boleh sekolah, sudah banyak perempuan yang sekolah hingga pendidikan tinggi dan bekerja pada sektor publik. Apakah kaum perempuan akan hanya menjadi ibu rumah tangga yang baik yang selalu membersihkan rumah, memasak dan menjaga anak layaknya iklan di televisi atau keadaan di sekitar kita? Ini adalah sebuah pilihan, jika perempuan mampu berkarya dan berkarier yah silahkan namun yang perlu diingat adalah jangan sampai melupakan peran kita dalam kehidupan sehari-hari maupun berumah tangga kelak. Tetap jalin harmonisasi dengan keluarga, kasih sayang untuk keluarga dan kehangatan kasih sayang orang tua terhadap sang anak. Kebanyakan kedua orang tua yang bekerja, mempunyai dampak yang buruk dalam perkembangan anak apalagi jika anak diasuh oleh pembantu/baby sitter maka anakpun memiliki ego yang cukup tinggi dan bermentalkan pembantu. Hhaha

Tulisan ini tercipta akibat dari diskusi dengan sahabat di Jogja mengenai perempuan yang mengendarai kendaraan bermotor. Dimana dia punya pandangan sendiri mengenai perempuan bermotor kopling, dia menganggap itu adalah perlawanan melawan dominasi laki-laki dalam berkendara.
Tulisan ini juga akibat dari keluh kesah penulis dengan keadaan perempuan sekarang yang lebih banyak terperosok dalam jurang konsumerisme yang semakin dalam.



Sumber Foto
http://i54.photobucket.com/albums/g110/kotakgambar/memo/memo-cewek-kawasaki.jpg

1 komentar:

  1. Hmm,,, tulisan dan komentar yg bagus...
    hanya saja saya perlu tekankan bahwa kesetaraan gender lah yg menyebabkan hal ini dapat terjadi...

    BalasHapus