http://www.painetworks.com/photos/ha/ha2100.JPG
Ini bukan acara berita di salah satu televisi swasta di indonesia, tapi ini adalah sebuah judul tulisan yang berisikan percakapan antara aku dengan indonesia. Secara nggak sengaja kita bertemu di suatu tempat bernama Alam Ide.
Aku (A) : Hai Indonesia, Apa kabar?
Ind (I) : Alhamdulillah baik. (hampir 80% darahnya adalah islam)
A : Anda kok nampak tidak sehat hari ini? (tanyaku penuh heran)
I : Iya nih, lagi capek.
A : Capek kenapa toh?
I : Capek mas, punya wilayah kepulauan seluas ini, pemimpinnya nggak becus, rakyatnya banyak yang miskin, pengangguran merajarela, kekayaan alamku ini malah yang nikmatin bukan orang-orangku tapi malah dinikmatin orang lain dengan pemerintah yang nggak becus, korupsi dan masalah lainnya. (ujarnya seraya menggeleng-gelengkan kepala)
A : Oalah jadi anda ini sakit gara-gara mikirin masalah ini toh? Nggak usah dipikir, lha wong yang sampeyan percaya aja nggak percaya ama sampeyan dan nggak bisa bikin sampeyan sehat.
I : Hushh!!! Ngawur sampeyan kalo ngomong, saya itu nggak pernah kasih kepercayaan ke mereka (pemerintahan). Yang kasih kepercayaan itu para pengusaha dan asing yang banyak kasih modal ke mereka buat kampanye dan memanipulasi semuanya biar kepentingan para pengusaha/asing itu bisa lancar.
A : Oalah gitu toh? Lha terus sampeyan kok diem aja lho? Kok nggak mau ngehukum mereka?
I : Sudah banyak hukuman yang saya kasih, liat aja gempa tsunami di Aceh 2004, gempa di Jogja 2006, gempa di Padang dan Tasikmalaya 2009, dan gempa kecil di seluruh Indonesia. Tak kasih luapan lumpur juga pada 2006, banjir juga ada dimana-mana. Tapi mereka itu bukannya sadar, eh malah tetep aja bikin masalah. (ujarnya sambil menampakkan wajah penuh emosi)
A : Kenapa nggak sekalian aja sampeyan letusin gunung merapi yang ada di seluruh indonesia? Kayak Gunug Krakatau yang pernah sampeya letusin pada abad ke-18.
I : Itu yang meledakin gunung eyang kakung saya, beliau muak dengan penjajah yang seenaknya sendiri mengeksploitasi kekayaan alam nusantara, saya ini lahir pada abad ke-20 pas 17 Agustus 1945.
A : Oia dink, maaf saya lupa. Nah terus, kalo peringatan dari anda ternyata masih dicuekin aja ama pemerintah yang nggak becus gimana?
I : Saya ini benernya masih dengerin do’a rakyat yang sengsara dan teraniaya, hampir 40% rakyat ini hidup dibawah garis kemiskinan. Do’a orang yang teraniaya kan mujarab anak muda.
A : Nah terus anda nggak kasih hukuman ke pemerintah yang jahat itu?
I : Tak kasih hukuman pas mereka mati aja deh, sebelum mereka dikirim ke neraka biar saya siksa mereka dulu di tanah kuburannya. Mantan presiden yang dijatuhkan mahasiswa pada 1998 aja sudah saya aniaya anak muda. Beliau itu orang yang ngasih kesempatan buat pengusaha/asing untuk menguasai kekayaan negeri ini. Saking mangkelnya aku, dia punya jasad uda nggak berbentuk lagi, belatungnya doyan banget ama orang-orang yang suka nyiksa rakyat kecil.
A : Moga anda tidak kayak pemerintahan yang suka obral janji dan bohong terus.
I :Tak perlu kau khawatirkan itu. Ntar kalo pemerintah ini nggak sadar akan segala kemunkarannya, lumpur yang ada di sidoarjo itu bakal tak luapin lebih banyak lagi bersama gas beracun yang lebih berbahaya.
A : Lho sampeyan ini gimana? Pemerintahnya itu nggak di sidoarjo kok orang-orang sidoarjo yang mendapat musibahnya? Nggak adil sampeyan ini. Kalo mau ngasih hukuman itu ya mbok sana ke jakarta, kasih gempa dahsyat di istana negara atau gedung senayan.
I : Anda ini kritis sekali, iya tenang saja. Pasti akan ada bencana untuk mereka yang menyiksa rakyat. Tunggu aja tanggal mainnya.
A : Iya saya tunggu, tapi ya mbok luapan lumpur itu jangan menjalar kemana-mana. Itu sudah mulai bergejolak lagi lumpur sampeyan dan merusak jalan.
I : Itu uda kontrak politik, selama rakyat masih kesusahan dan pemerintah masih nggak becus, bencana lumpur itu nggak akan pernah berhenti.
A : Oalah pake kontrak politik juga. Sekian dulu deh ngobrolnya dan Sebelumnya saya ucapkan terima kasih atas waktunya. Besok-besok kita ngobrol lagi ya.
I : Siap anak muda. Saya selalu ada tiap saat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar